Rabu, 25 Maret 2009

Selingkuh Hati

Setelah kejadianku beberapa bulan yang lalu (baca: Perselingkuhan istri muda 1-3), aku masih melakukannya beberapa kali sampai kami benar-benar menghentikannya. Walaupun demikian kami masih tetap berkomunikasi, walau dalam batinku kadang-kadang menginginkannya, aku tetap harus menghormatinya dan hubungannku hanya sebatas teman kerja biasa. Untuk itu aku berusaha untuk mengalihkan perhatiannku untuk tidak sesering mungkin bertemu dengannya.

Di kantorku ada seorang temanku yang juga merupakan teman dekat Anita, Santi namanya. Mereka berdua bergabung dengan perusahaan kami berbarengan. Oleh sebab itu mereka berdua memang sudah dekat sajak pertama masuk kerja. Dibandingkan dengan Anita, Santi memiliki tubuh yang sedikit tinggi dan langsing. Berparas manis, malah aku terkadang memandangnya sebagai wanita yang cantik. Berambut sebahu dan bergelombang. Walaupun tidak memiliki buah dada yang besar, tetapi bila sedang berjalan, seksi sekali.

Sama dengan Anita, aku dengan Santi memiliki hubungan yang dekat. Malah aku rasa lebih dekat dibandingkan dengan Anita. Aku sering memijatnya di jam kantor, apabila Santi merasa pegal dan letih. Pada saat memijatnya itu, aku sering sekali memperhatikan buah dadanya yang tidak besar, tetapi ingin sekali aku menyentuhnya. Hmm..

Seringnya aku bercanda atau memijatnya, membuat suasana kantor aku menjadikan hal yang biasa untuk dilihat. Walaupun ada sorot-sorot mata tajam kecemburuan, terutama laki=laki yang menyukai Santi. Tetapi kami acuh saja, karena kami berdua menganggap hanya teman biasa dan tidak ada perasaan sesuatu apapun antara satu dengan yang lain. Sampai suatu saat..

Santi tinggal di kost sejak dia kuliah. Berasal dari NTB, dan orang tuanya masih tinggal di sana. Suatu hari, akhir pekan di bulan Mei lalu, aku di telpon untuk segera datang ke kost-nya di bilangan Menteng.

"Ada apa sih, San?" tanyaku.
"Tolongin Gua dong, Gua nggak bisa ngeluarin DVD dari komputer. Kemaren karena hang, Gua matiin aja. Tapi sejak itu dvd-rom Gua nggak bisa dibuka. Hari ini Gua harus balikin dvd ke rental" katanya kemudian.
"Emang kagak bisa dipaksa? Setahu Gua ada lubang kecil di depan yang bisa dicolok untuk bisa dibuka dengan manual, lubangnya kecil, kamu sodok aja pake lidi atau kawat kecil, atau klip kertas kamu lurusin dulu.."
"Woi.. Lu mau bantu Gua kagak? Gua nggak mau maksa dvd-rom Gua.. Ntar Gua kena pidana perkosaan Lu mau tanggung jawab?" jawabnya ketus.
"Sett, dah ni bocah!! Galak amat sih Lu??"
"Emang!!" katanya kemudian.
"Ya udah.. Gua kesana. Eh, depan kost Lu udah nggak ada beling kan? Kalo masih ada tolong sapuin dulu, yah? Ntar kaki Gua luka.." kataku.
"Emang Lu kesini nyeker, kagak pake alas kaki?? Cepet kesini, bawel!!"

Tak lama setelah itu akupun meluncur ke arah menteng.

Sesampainya di depan kost Santi, terlihat sepi sekali. Berkali-kali aku ketuk-ketuk pagar, tetapi nggak ada sahutan. Santi memang berada di lantai 2 dan posisi kamarnya ada di belakang, jadi wajar bila tidak mendengar ketukan aku. Tidak sabar karena matahari mulai terasa panas, aku telpon Santi melalui HP.

"Woi, San.. Gua di depan nih, bukain pagar dong?"
"Iyaa.. Sebentar, Gua turun" kata Santi yang kemudian langsung mematikan HP.

Tidak lama kemudian dia datang dan langsung membukakan pagar.

"Sepi amat sih, San? Pada kemana orang-orang?" tanya aku.
"Adaa, kok. Mungkin mereka nggak denger aja. Teman kost banyak yang keluar. Kalo si Mbak (pembantu) ada dibelakang" jawab Santi.

Setelah menutup pintu pagar, Santi masuk ke dalam diikuti aku dari belakang. Hari itu, Santi menggunakan celana pendek gombrong diatas dengkul dengan kaos warna putih. Aku terus mengikutinya sambil memperhatikan tubuhnya yang berjalan dengan gemulai, memperlihatkan lekuk badan dan bongkahan pantatnya yang bulat. Sesampainya di dalam kamar, aku langsung menghampiri komputernya, dan membuka perlengkapanku yang sudah aku persiapkan dari rumah.

Akhirnya aku dapat mengeluarkan secara manual dvd dari dalam. Setelah aku hidupkan, aku mencoba dvd-rom untuk memastikan drive tersebut bisa tetap digunakan seperti semula. Setelah yakin semuanya beres. Akupun berniat pamit pulang.

"Emang ngapain Lu pulang buru-buru? Ngapel juga nggak, kan?"
"Iyaa, sih.. Gua cuma nggak enak aja lama-lama disini. Nggak enak sama temen-temen kos yang lain. Lagian ntar laki Lu dateng gimana?"
"Temen kost yang lain dilantai 2 pergi keluar.. Tahu kemana. Kalau cowok Gua lagi ke Medan."

Konon dengan pacarnya ini Santi pernah hamil dan memiliki anak diluar nikah, karena hubungan mereka ditentang keluarga. Tetapi karena sesuatu hal, keluarganya menutupinya karena sampai saat ini mereka belum menikah. Walau mereka sudah pacaran sejak SMA.

"Mending Lu bantuin Gua bersih-bersih kamar.." kata Santi kemudian.
"Bersiin kamar Lu? Emang apanya lagi yang dibersihin?" aku menjawab sambil celingak-celinguk sekeliling kamar.

Memang banyak sekali barang-barang yang menumpuk di kamar kos Santi. Tetapi semua ditata apik, dan tidak ada sedikitpun kotoran yang terlihat. Akupun menghampiri kamar mandinya yang terletak didalam kamar. Itu pun terlihat bersih. Sementara Santi memperhatikan aku dengan heran.

"Apanya yang dibersihin sih? Oo, maksud Lu barang-barang ini mau 'dibersihin', dikeluarin gitu?" tanya aku kemudian.
"Bukan!! Maksud Gua Lu bantuin ngangkat ni barang-barang. Gua mau bersihin di belakangnya. Keliatannya sih bersih, tapi hanya di atas doang. Gua mau bersihin barang diatas lemari itu" Santi menerangkan sambil menunjuk barang-barangnya diatas lemari. Memang banyak sekali barangnya. Dan aku baru memperhatikan ada sedikit debu, dan sarang laba-laba disana.

"Woi..,. Ditanya malah bengong! Males yaah? Hahahaha.."
"Ayoo, laah.. nggak, Gua tadi baru liat ada sarang laba-laba.. Ternyata Lu penyayang binatang juga, toh? Ngerajutin sarang di atas lemari.."
"Cerewet amat sih!! Udah sekarang kita mulai.." kata Santi.
"Ehh.., disini ada minum nggak? Nanti kalo Gua haus gimana?" kata aku kemudian.
"Ya ada donk. Emang Gua kos di sini kagak pernah minum? Dikira Gua onta, cuma minum sekali terus tahan 2 hari puasa!! Di kulkas ada tuh.. Kalo mau, tapi self service yah!".

Aku tertawa terpingkal-pingkal mendengar celotehan Santi, sementara Santi melotot menahan kesal melihat kelakuanku itu. Kamipun mulai bekerja. Sambil sesekali terbatuk-batuk karena debu diatas lemari ternyata banyak sekali, kami bergotong royong melakukan proyek pembersihan. Aku bertugas mengangkat barang-barangnya, sementara Santi yang bertugas membersihkan.

Di saat tertentu berulang kali buah dada Santi terlihat olehku. Yang membuat aku tambah bersemangat kerja, walau terbatuk-batuk diterjang oleh badai debu. Akhirnya setelah hampir satu setengah jam, kamipun selesai. Aku duduk di lantai bersandar pada tempat tidurnya untuk melepas lelah. Tak lama kemudian Santi membawa 2 gelas minuman, dan menyodorkan satu gelas kepada aku.

"Eh, katanya self service? Ini gelas isinya?" tanyaku.
"Minyak rem..!" kata Santi sengit.

Sambil tertawa aku menerima gelas yang disodorkan, minum sedikit, dan meletakkan di meja kecil di samping tempat tidur. Kemudian aku berdiri dan berjalan kebelakang kamar.

"Ehh, mau kemana Lu? Di kasih minum malah kabur" tanya Santi.
"Minjem kamar mandi Lu.. Gua mau cuci steam nih. Muka Gua lengket" Jawabku.
"Jangan ngabisin sabun Gua, yah? Kalo makenya banyak, pake sabun colek aja, atau pake yang di kotak plastik aja, ada rinso.."
"Terus, habis itu di gilis ama mesin, kan?!? Emang, muka Gua, muka dandang apa?"

Santi tertawa mendengar jawabanku, sementara aku mulai membilas mukaku kemudian membersihkannya dengan sabun muka milik Santi.

Setalah aku itu, aku kembali ke kamarnya. Aku melihat Santi sedang menonton DVD Lord of the ring yang tadi macet di komputernya. Mungkin karena takut macet lagi, dia menonto dengan player DVD. Saat itu Santi menonton sambil memijat-mijat kakinya sendiri.

"Kenapa kaki Lu, San?" tanya aku kemudian.
"Rada pegel nih.."
"Sini Gua pijitin.. Eh, mau nggak?"
"Ya, mau laa.. Pake nanya segala.. Dikantor aja mau, apalagi kalo lagi bener-bener butuh?"

Aku pun segera ambil posisi. Santi duduk dilantai dengan bersandar pada tempat tidur, sementara aku disamping kakinya. Sambil memijat, aku bertanya "Emang Lu belon nonton film ini?"
"Udah yang depan doang yang belakang-belakang belum, karena macet Gua belum sempet nonton lagi"

Kami tidak banyak bicara, terutama Santi karena asik menonton film yang diputarnya. Sesekali dia meringis menahan sakit pijatanku. Setelah kedua kakinya aku pijat, Santi minta punggungnya juga aku permak. Posisipun kami rubah, sekarang aku di belakang Santi. Sambil menonton acara film aku melakukan pijatan dari bahunnya, turun ke pinggang, kemudian ke bahu lagi. Terakhir baru dari bahu turun ke telapak tangan.

Karena yang ditonton sesi yang terakhir, film yang diputar ternyata tidak lama. Setelah Santi mamatikan DVDnya, dia mengubah channel lokal dan kembali menghampiriku. Kali ini dia tidak duduk di lantai, tapi di pinggir tempat tidurnya.

"Pijetin kaki Gua lagi doonk? Ntar balik ke punggung lagi yah?"
"Iyaa.. Tapi Lu jangan moloor.. Nanti Gua pulang gimana?"
"Emang kenapa, Lu mau Gua anterin pulang kerumah?"
"Kagaak.. Maksudnya, masa Gua ngucluk keluar kos sendirian.."
"Nggak laah.. nggak tidur kok. Udahlah.. Ayoo doonk" pinta Santi kemudian.

Akupun mulai memijat kakinya satu persatu. Sambil memijat dan dipijat, kamipun mengobrol masalah kantor dan pengalaman-pengalaman yang pernah kami lalui masing-masing. Sambil sesekali melihat acara di TV bila ada yang menarik. Karena posisi Santi duduk di pinggir tempat tidur dengan kaki menapak di lantai sedangkan aku duduk di lantai menghadap kakinya, membuat aku pegal, aku membalikan badanku, untuk bersandar di tempat tidur. Dengan posisi itu aku bisa melihat TV tanpa memalingkan kepala, karena letak TV berada di depan Santi. Tetapi kondisi ini mengharuskan kepalaku di depan selangkangan Santi.

"Sorry San, rada pegel leher Gua. Nggak Papa kan? Kaki Lu di naikin di pundak Gua aja" tanya aku kemudian.
"Nggak Papa.. Malah enak bisa nindih pundak Lu.. Hehehe."

Sambil nonton dan mengobrol aku pijat kakinya dari bawah keatas, kiri dan kanan. Entah sadar atau tidat, sesekali Santi merapatkan selangkangannya di belakang kepalaku. Tetapi karena aku nggak enak, aku nggak mau berbuat banyak. Takut Santi nggak suka dengan ulahku. Terakhir, setelah aku memijat dari atas dengkul hingga mata kaki, aku pijat telapak kakinya. Setelah selesai, aku kembali memijat keatas kedua kakinya, sambil membalikkan badanku, agar aku bisa memijat kedua kakinya dengan kedua tanganku. Begitu aku membalikan badan, aku melihat Santi sudah merebahkan badannya di tempat tidur.

"San, udah enak kakinya? Mau diterusin atau nggak?" tanyaku.
"Terusin dulu dong..?" pinta Santi.

Akupun meneruskan pijatanku hingga pangkal pahanya. Tetapi aku nggak berani terlalu lama berada disitu. Aku menaikkan tanganku hingga keperutnya, kemudian turun lagi ke kaki. Karena Santi diam saja, aku mulai memberanikan diri untuk memasuki celah kakinya yang terbungkus celana pendek. Itu pun nggak lama, takut Santi marah karena ulahku. Tidak terasa ulahku itu membuat aku panas juga.

"San, mau dipijat mana lagi?" tanya aku sambil memasuki celah celananya.
"Terserah.. Deh, yang mana?"
"Kalo yang tengah?" tanya aku dengan ceroboh, yang membuat aku menahan nafas menanti jawabanya..
"Terserah.."

Hawa yang panas diluar bertambah panas mendengar jawaban Santi demikian. Kedua tangankupun bertambah nakal memasuki celah celana pendeknya lebih dalam. Yang satu kearah bawah memijat bongkahan pantatnya, yang satu memijat pangkal pahanya didepan vaginanya. Sesekali aku melakukan elusan di vaginanya yang masih tertutup celana dalam dengan menggunakan kelingkingku.


Ke bagian 2

Dari bagian 1


Kaki Santi bergerak-gerak perlahan karena ulahku itu. Sekali-kali ia mengangkat kepalanya melihat perlakuanku, kemudian meletakkan kepalanya lagi di tempat tidur. Tanggapannya itu membuat aku semakin berani. Setelah bergantian tangan kiri dan kananku memijat dan meremas, sambil menyentuhkan hidungku pada celana di posisi vaginanya berada dan menggigit-gigit kecil dengan bibir, aku memberanikan diri menurunkan celana pendeknya perlahan-lahan. Sambil telentang, Santi merespon dengan mengangkat pantatnya agar aku bisa mudah menurunkan celananya.

Akupun menurunkan celananya melewati kakinya yang terjuntai di lantai hingga lepas. Langsung aku mencium dan menjitai kakinya dari bawah hingga atas. Sambil kedua tanganku meremas pantatnya, aku menggigit dengan bibirku, vaginanya yang masih terbungkus celana dalam hitam. Itu pun tidak bertahan lama. Akupun menarik lepas celana dalamnya. Disini aku melihat pemandangan yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Santi dengan vaginanya yang bebulu hitam, menambah voltase yang besar pada senjataku. Aku langsung horny berat..

Tanpa bersabar lagi aku serbu vaginanya dengan lidahku, sampai masuk jauh di dalam. Santi merespon dengan mengangkat pantatnya, dan memalingkan kepalanya ke kiri dan ke kanan sambil terpejam dan mendesah. Tanganku yang tadinya meremas-remas pantatnya, sambil mengelus-elus kulitnya bergerak keatas memasuki bagian atas dari dalam kaosnya. Akhirnya aku menemukan daging kenyal yang masih dibungkus bra, dibalik kaosnya. Sambil menjilati vaginanya, aku meremas kedua buah dadanya, yang hanya berukuran 34 itu setelah aku keluarkan dari sarangnya.

Lama aku menikmatinya sambil meremas dan mengelus-elus, karena aku ingin sekali memanfaatkan momen ini untuk selama mungkin, sampai aku puas. Karena hal seperti ini sudah lama aku inginkan. Jilatanku makin menggila, setelah Santi mendesah dan mengerang panjang. Sampai saat ia menjepit kepalaku dengan kakinya, sambil menjambak rambutku kearahnya. Santipun mendapat orgasmenya pertama. Vaginanya bertambah basah, dengan adanya lelehan cairan yang keluar.

Setelah jepitannya melemah, aku menyudahi jilatanku pada vaginanya dengan menciumi kedua pangkal pahanya dan perutnya. Setelah membersihkan mulutku dengan tisyu yang ada di samping tempat tidur, aku menciumi bibirnya. Memberi kecupan-kecupan mesra di bibir atas dan bawah..

"Kok, tadi nggak dilanjutin aja?" tanya Santi kepadaku.
"Dilanjutin gimana maksudnya, San?"
"Dimasukin aja, pasti kamu pengen kan?"
"Iya siih.. Sebenernya aku juga udah horny banget" kataku kemudian.
"Kenapa nggak? Nggak mau yah, sama aku? Kenapa? Aku ada yang kurang ya?" tanya Santi.
"Nggak, bukan itu.. Aku emang pengen banget ML sama kamu.. Dari dulu malah! Tapi aku takut bablas, kalo kamu hamil gimana?"
"Aku pake pengaman kok, pake spiral.." kata Santi.
"Hah.. Kamu pake KB? Tapi nggak ahh.. Malu, San. Aku sering terlalu cepet keluar"
"Malu? Kenapa mesti maluu.. Emang habis itu udahan? Pasti nggak kan?"

Aku heran dengan kata-kata Santi tersebut..

"Kok, kamu tahu, San? Emang kamu udah pernah ML sama siapa selain pacar Lu? "
"Enak aja Lu.. Ini kali aja Gua bugil sama orang selain pacar Gua.. Ehh, kamu nggak cerita-cerita ke orang lain, kan?"
"Kejadian ini? Nggak lah!! Emang aku siapa.. Eh, untuk yang pernah melahirkan anak, vagina kamu kok masih bagus, sih?" kata aku kemudian. Santi terdiam.
"Kamu tahu dari siapa aku punya anak..?"

Walau aku kaget karena kelepasan ngomong dan takut Santi marah, dengan jujur akupun menjawab dengan hati-hati.

"Sebenernya aku udah memperhatikan kamu sejak kamu masuk pertama kali dengan Anita. Teman-temen waktu itu selalu mencemooh aku, karena menurut mereka Anitalah yang paling 'wah' daripada kamu, San. Tapi aku berpendapat beda, kamu yang lebih menarik perhatianku. Tapi setelah aku tahu kamu punya pacar yang sudah dipastikan akan menikahi kamu, ditambah aku tahu kalo kamu sudah punya anak darinya, aku sedikit kecewa. But, it's okay.. Aku seneng juga kok bisa berteman saja.."

Tidak disadari pembicaraan kami membahasakan diri menggunakan bahasa yang lebih dekat, tanpa menggunakan Gua dan Lu, tapi dengan aku dan kamu. Itupun aku mulai sadar setelah kami berbicara lama.. Kami terdiam untuk beberapa saat. Kemudian Santi bangun dan mendekati aku yang duduk di pinggir tempat tidur sampingnya. Sambil mengecup bibirku, ia meraba dan meremas senjataku dari balik celana.

"Aku oral yah, kamu mau, kan?" tanya Santi.

Aku tidak menjawab, hanya merespon kecupannya. Sambil duduk dilantai dihadapanku, Santi membuka celanaku satu persatu. Setelah bugil senjataku yang sudah setengah berdiri karena remasannya tadi, diciuminya. Setelah sekali-sekali dikocok, Santipun mulai mengulum lembut penisku. Wahh, rasanya geli dan nikmat sekali. Sedikit demi sedikit libidoku naik ke puncak. Sambil dikulum, tanganku mengelus leher dan buah dadanya dari atas.

Walau masih menggunakan kaos, aku tidak mengalami kesulitan untuk melakukan remasan dan sentuhan pada kulitnya. Tidak berapa lama kemudian darahku bergejolak rasa nikmat sudah menjalah hingga keujung penisku. Akupun orgasme dengan memuntahkan sperma banyak sekali pada Santi. Karena aku sempat memberitahu, cairan cintaku menyembur pada kaos, dan sedikit kena pada rambutnya. Nikmat sekali..

"Terima kasih, yah.." kataku sambil mengecup manis pada kening dan bibirnya.

Sambil bersendau gurau, aku membersihkan cairan cintaku yang melekat pada kaosnya dan rambutnya dengan tisyu. Setelah itu aku ke kamar mandi untuk membersihkan penisku.

Setelah menggunakan kembali celana dalamku dan keluar kamar mandi, aku melihat Santi tidur tengkurap di tempat tidur dengan menggunakan kaosnya, ia sudah menggunakan kembali celana dalamnya yang hitam. Sambil menghampirinya, aku bertanya.

"San, kok seksi gitu gayanya? Kalo mau tidur, aku pulang aja yah?"
"Nggak, kok.. Aku cuma nunggu kamu keluar kamar mandi. Mau pijetin Gua lagi, nggak?"

Tanpa disuruh dua kali aku sudah naik ke atas tempat tidur. Dengan posisi menduduki bawah pantatnya, aku mulai memijatnya. Dimulai dari kedua pergelangan tanganya di samping kepalanya, turun ke bahu. Sampai punggungnya, aku menyempatkan untuk meremas kedua buah dadanya yang terhimpit kasur. Walaupun terbungkus kaos, aku tidak mau meremasnya dengan kencang. Perlahan, tapi aku dapat merasakan daging dibalik kaos dan bra-nya. Setelah itu turun ke bawah lagi, memijit perutnya dan meremas pantatnya. Terus turun kebawah untuk memberi pijatan pada kakinya yang diakhiri pada telapak kakinya.

Dari kaki, tanganku merambat naik untuk memberi pijatan-pijatan halus pada kedua kaki, paha dan pantatnya. Setelah pijatan berkali-kali pada pantatnya, dan memberi elusan lembut pada vaginanya dari balik CD, tanpa persetujuan Santi, aku menurunkan celana dalamnya sambil memberi kecupan pada paha dan kaki bagian belakang hingga celana dalamnya terlepas.

Nafsuku naik, ketika aku melihat vaginanya mengintip dibawah belahan pantatnya. Tanpa membuang waktu, dengan tidur tengkurap pula aku segera menjilatinya dari belakang. Diikuti dengan merenggangkan kakinya kesamping kiri-kanan, suara desahan Santi muncul ketika lidahku menyentuh permukaan vaginanya. Sambil menjilati, tanganku bergerilya keatas, meremas pantatnya dan mengelus punggung bawahnya.

"Uhh... Ahhss.. Ahh.. Ssh.." desahan Santi makin cepat, tatkala bongkahan pantatnya makin dinaikan.

Libidoku naik pol!! Aku segera bangun dan membuka celana dalamku. Dengan senjata yang mengacung keras, aku arahkan dengan cepat ke vaginanya. Setelah menggesekan di vagina dan duburnya, aku masukkan penisku ke vaginanya perlahan-lahan sekali.. Nikmat sekali, hingga berdiri bulu romaku. Akupun menyetubuhi Santi dengan posisi tengkurap. Perlahan, aku masukkan penisku.

"Ahh, aa.. aduuh.. Uuh" kata Santi.
"Maaf, Santii.. Gua nggak kuat.. Aku pengen menyetubuhi kamu, yah.. Sebentar aja.. Hh.." kata aku kemudian.
"Aduh, enak banget.. Ahh.."

Akupun mulai memaju-mundurkan penisku perlahan-lahan. Setelah itu aku merebahkan diatas dan sejajar dengan Santi. Sambil menyusupkan tanganku didalam kaosku, aku menyetubuhinya sambil meremas payudaranya dari balik branya. Remasan demi remasan, sodokan demi sodokan aku berikan kepada Santi. Nikmat sekali persetubuhan kami saat itu. Aku melakukannya sambil sesekali menciumi leher dan bibirnya apabila kepalanya berpaling kesamping.

Beberapa saat kemudian, Santi yang sudah memuncak pada saat aku menjilati vaginanya, mendongakkan kepalanya sambil menaikkan pantatnya untuk memberi jalan penisku agar lebih masuk lagi.

"Aahh.. kuu.. Keluaarr.." desah Santi.
"Akku jugga.. h " kataku yang sudah dari tadi menahan gejolak orgasmeku.

Dengan posisi mendekap dari belakang, akupun memuntahkan sepermaku di dalam vaginanya, yang disusul kemudian dengan orgasme Santi. Rasa nikmat menjalar pada kami berdua, tatkala memuntahkan cairan kami masing-masing. Persetubuhan yang kami lakukan memang singkat, tapi menimbulkan kenikmatan tersendiri. Terlebih aku, yang memang sudah menginginkan menyetubuhi Santi dari dulu.

Rasa puas, nikmat dan sayang menyatu dalam tubuhku, seolah tidak ingin lepas, aku mendekapnya sambil terus memberi kecupan-kecupan pada bibir, pipi dan lehernya. Kemudian aku merebahkan badanku disampingnya.

Sambil tersenyum maniis sekali, Santi membelai dadaku yang masih terbungkus kaos dan berkata, "Sayang, kamu cape nggak? Kalo cape istirahat disini aja, yah?"
Aku membalasnya dengan membelai wajahnya yang manis itu sambil menjawab, "Nggak, aku malah bahagia bisa berbagi rasa dengan kamu hari ini. Kamu senang nggak?"


Ke bagian 3

Dari bagian 2


Santi mengangguk sambil tersenyum manis kepadaku, "Dari dulu aku memang sudah tertarik dan suka dengan kamu. Dimataku, kamu orangnya baik, calm, dan sopan. Aku juga sudah menduga bahwa kamu bisa bermain sex berulang-ulang tanpa letih. Terbukti kamu sudah orgasme 2 kali kamu malah terlihat segar. Kok, kamu bisa seperti itu sih, minum obat ya?"

Aku mendengarkanya sambil berulang-ulang mengecup lengannya dan kemudian membelai wajahnya kembali, "Minum obat? Obat apaa? Obat-abit? Hehehehe.. Enak aja. Aku kan nggak ada persiapan kalau akhirnya aku ML sama kamu? Eh, semalem aku sih emang minum obat diare..?" jawabku enteng.
"Eh, emang kamu kenapa?" tanya Santi kemudian.
"Sakit perut laa.. Emang sakit panu?"
"Sekarang masih nggak?"
"Nggak... Udah sembuh kok, kenapa?" tanyaku.
"Ooh.. Kirain masih sakit perut.. Bisa gawat! Kalo kamu orgasme, yang keluar bukan dari penis, tapi dari pantat! Kalo gitu kan, gue yang bingung, Hahaha.."
"Idiidih.., jorok amat sih, Lu!! Nggak disangka, cantik-cantik jorok, hahahaha"
"Ee.. Jangan asal ya! Gini-gini juga, Lu mau ama gue! Buktinya mau jilatin vagina gue.. Dari depan sama dari belakang, kan?"
"Habis.. aku kan emang pengen banget nyetubuhi kamu? Lihat pantat kamu aja aku udah horny.. Apalagi bersetubuh!"

Santi tertawa mendengar celotehanku itu. Kemudian aku bangun untuk meneguk segelas air yang tadi diletakkan di meja. Sementara Santi ke kamar mandi, aku yang sudah selesai minum mengikutinya. Di dalam kamar mandi, Santi membasuh vaginanya dengan air, kemudian mengeringkannya dengan handuk. Aku memperhatikannya dengan seksama. Setelah selesai mengeringkan vaginanya, aku menghampirinya. Dengan memberi kecupan mesra pada tengkuknya, aku berkata.

"San, aku mau lagi, boleh ya?"

Dengan posisi berdiri, aku sisipkan penisku yang sudah agak mengeras ke vaginanya dari belakang, sementara tanganku yang satu meremas payudaranya dari dalam bajunya. Setelah mengangguk, Santi merespon dengan menunggingkan pantatnya, dengan mengangkat satu kakinya ke kakus. Diiringi dengan desahan panjang.. Aku menggenjotnya perlahan-lahan. Desahan demi desahan mengiringi menit dan gerakan kami yang semakin kencang. Dalam posisi yang sama itu kami melewati kenikmatan bersetubuh dengan rasa sayang dan mesra.

Sambil berpegangan di pinggir bak mandi, Santi merespon setiap gerakan aku yang menyetubuhinya sambil meremas pantatnya yang kenyal. Akhirnya persetubuhan kami itu diakhiri dengan jeritan tertahan dari Santi yang merespon orgasmenya, sementara aku mendekapnya dengan erat saat aku merasakan orgasmeku dan menyemprotkan cairan cintaku di dalam vaginanya.

Santi menghempaskan tubuhnya di pinggir bak mandinya. Peluh dan rasa nikmat menjalar di tubuh kami berdua. Dengan penis masih tertancap di vaginanya, aku membelai lembut rambutnya dan memberi kecupan sayang ke pelipis kirinya. Santi berbalik dan mengecup lembut bibirku.

Setelah itu sambil memegang penisku, Santi berkata "Aku bersihkan, ya?"

Dengan tersenyum aku mengangguk. Kemudian Santi mengambil gayung dan mulai membersihkan penisku. Setelah mengeringkan dengan handuk, sambil berjongkok Santi mengocok penisku dengan perlahan, kemudian mengulumnya dengan lembut sekali. Aku menikmati permainannya dengan memejamkan mataku. Rasa nikmat dan geli menjalar di dalam tubuhku dengan cepat. Aku menariknya berdiri dan mencium bibirnya dengan dahsyat sambil memainkan klitorisnya. Kemudian menariknya kembali ke kamar tidur.

Di kamar, aku duduk di pingir tempat tidur dan menarik Santi agar duduk di pangkuanku. Santi mengerti dengan permainanku kali ini. Dengan segera mengambil posisi untuk duduk dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Sedikit-demi sedikit penisku amblas ke dalam vaginanya Santi yang duduk berhadapan denganku. Setelah masuk semua, aku mencium bibirnya yang indah itu dengan penuh nafsu dan bersemangat.

Santi merespon ciumanku dengan menyedot ujung lidahku, sambil berusaha melucuti kaosku. Akupun tidak ketinggalan, ikut pula dalam program pelucutan kaos. Setelah BH aku buka, maka terpampanglah Payudaranya yang indah. Tidak besar, tapi membuat nafsuku tambah bergelora. Walaupun ada sedikit lipatan-lipatan lemak di tubuhnya (karna kurang olah raga), nafsuku bertambah naik saat melihat tubuhnya bugil.

Sambil bergerak naik turun, tubuhnya tidak luput aku serang dengan remasan dan jilatan lidahku. Dengan tangan kiri meremas payudara kanannya, aku menyedot gemas payudara kirinya dengan memainkan putingnya dengan ujung lidahku. Kemudian, aku menjilati dan mencium setiap senti tubuhnya bagian depan sambil meremas pantatnya dari depan. Sementara Santi mengerakkan tubuhnya semakin liar, naik turun dan memutarkan pantatnya. Saat itu penisku seperti diremas dari atas, nikmat dan panas. Seiring dengan waktu, gejolak orgasmepun semakin dekat.

Gerakan-gerakan Santi yang dibuat semakin orgasmeku tidak tertahan. Dengan dekapan yang kencang pada tubuh Santi, aku merapatkan tubuhnya padaku sambil melepas orgasmeku yang kesekian. Setelah itu aku mencim leher dan bibirnya dengan mesra.

Aku tahu Santi belum sampai. Oleh sebab itu masih dalam pelukanku, aku mengangkat tubuhnya dan meletakkan di tempat tidur. Dengan gaya konvensional, aku setubuhi kembali tubuhnya dari atas. Tubuhnya yang indah, dan wajahnya yang cantik tidak membuat sulit menaikkan libidoku. Dengan memegang pergelangan tangannya di kiri dan kanan kepalanya, aku menjilati tubuhnya dan buah dadanya, tidak ketinggalan lengan dan ketiaknya.

Bunyi khas vagina yang becek karena cairannya dan spermaku, ditambah tubuhnnya yang berguncang karena sodokanku, menambah nafsu untuk menyetubuhinya kian memuncak. Santi yang telentang dengan kaki kakinya melebar, segera mengunci tubuhku rapat-rapat. Diiringi dengan desahan panjang dan erangan tertahan, iapun orgasme dalam pelukanku. Setelah reda, aku merapatkan kakinya didepanku. Sambil memeluk kakinya, aku menyetubuhinya untuk mendapatkan kenikmatan puncak. Dan terjadilah. Dengan melepas pelukanku pada kakinya dan memeluk tubuhnya rapat-rapat, cepat-cepat aku tekan penisku dalam-dalam pada vaginanya, dan menyemprotlah cairan cintaku dengan derasnya.

Masih dalam posisi memeluk, aku menciumnya kembali. Senyuman manispun terhampar diwajahnya, walau aku melihat ada rasa letih pada wajahnya. Aku mencium seluruh wajah dan dagunya, sambil berkata "Kamu letih sekali, San. Kamu istirahat dulu, yah?"
Santi merengut "Emang, kamu mau kemana, pulang?"
"Iyaa.. Udah mau malem, San. Nanti kalau malem-malem aku tiba-tiba berubah jadi semangka gimana?" kataku kemudian.
"Biarin!! Aku taruh aja di kulkas. Kan, aku bisa ngeluarin kapan aja aku mau.."
"Maksud kamu, aku harus tinggal disini, gitu?" kataku dengan lembut.

Santi diam mendengar pertanyaanku. Tiba-tiba tangannya bergerak, kemudian memelukku rapat-rapat.

"Santi, walau bagaimanapun aku harus tetap pulang, yah? Kapanpun kamu mau jalan atau bertemu, aku usahakan pasti datang, kok. Nggak enak, nanti kalau ketauan sama pacar kamu, gimana?".

Perkataanku itu membuat pikiranku kosong beberapa saat. Sebenarnya aku berkata seperti itu dengan penuh pertentangan didalam batinku. Aku memang suka sekali dengan Santi sejak dulu. Tapi karena ia sudah punya tunangan dan kami beda prinsip, aku kemudian mundur. Oleh sebab itu akhirnya aku mengalihkan perhatianku kepada Anita, yang masih satu prinsip denganku. Walau akhirnya dia menikah dengan teman kuliahnya.

Walau dengan berat hati, akhirnya Santi mengizinkan aku pulang. Sebenarnya aku memang ingin sekali menerima tawarannya untuk menginap di kostnya. Tetapi ada banyak hal yang harus aku utamakan, tidak hanya sex atau perasaan sayangku padanya.

I long to know your touch. I wish to kiss your lips. I want you to be mine. I have no idea of how you feel. I am risking all, I know.

Setelah hari itu, aku masih sering bertemu dengan Santi di kantor. Baik di jam makan siang, atau setelah jam kantor, aku masih menyempatkan diri bertemu dengannya sesuai dengan janjiku. Hanya saja aku harus tetap menghilangkan perasaanku yang sebenarnya padanya. Walau pada kenyataannya aku beberapa kali bermain sex dengannya, perasaan sayangku padanya, dapat aku pendam dengan nafsuku itu.

Beberapa kali aku menyetubuhinya setelah kejadian itu. Baik di kostnya atau di hotel dekat kantorku. Kalau keinginan kami sudah memuncak, pernah kami lakukan dikantor. Dengan menghadap ke kaca gedung, kami melakukannya dengan cepat sambil menikmati pemandangan kota Jakarta dari balik kaca. Sudah tentu kami melakukannya dengan posisi berdiri dan berpakaian lengkap! Hanya menyibakkan roknya (pernah dengan celana panjang) dan aku cukup membuka resletingku, aku menyetubuhinya dari belakang. Atau berhadap-hadapan dengan kaki Santi yang satu naik keatas kursi. Walaupun ruangan yang kami pergunakan adalah ruangan sisa tidak terpakai di belakang ruangan utama dan kedap suara, kami tetap merasa was-was dan hati-hati bila bermain sex.

Demikianlah pengalamanku dengan Santi, wanita yang pernah aku cintai sesaat walau masih tetap aku sayangi. Biarpun aku samarkan, aku rasa ia akan tahu siapa yang diceritakan diatas. Walaupun aku yakin dia tidak pernah membaca situs ini. Tetapi apabila membaca cerita ini, maafin aku yah..

Time has not diminished the feelings you create inside of me. My soul quivers when I think of our closeness, of our hearts entwined. I savor your touch. It awakens sensations that I thought could only belong to those discovering new love. I gave you all of me when we made our commitment to each other. I am yours, since then, until forever. I love you..


E N D


Tidak ada komentar:

Posting Komentar